Rabu, 03 Desember 2014
PERTEMPURAN MAKASSAR 1950
Usai Penyerahan Kedaulatan (Souvereniteit Overdracht) pada tanggal 27 Desember 1949, dalam negeri Republik Indonesia Serikat mulai bergelora. Serpihan ledakan bom waktu peninggalan Belanda mulai menunjukkan akibatnya. Pada umumnya serpihan tersebut mengisyaratkan tiga hal. Pertama, ketakutan antek tentara Belanda yang tergabung dalam KNIL, yang bertanya-tanya akan bagaimana nasib mereka setelah penyerahan kedaulatan tersebut. Kedua, terperangkapnya para pimpinan tentara yang jumlahnya cukup banyak dalam penentuan sikap dan ideologi mereka. Utamanya para pimpinan militer didikan dan binaan Belanda. Terahir, masih banyaknya terjadi dualisme kepemimpinan dalam kelompok ketentaraan Indonesia antara kelompok APRIS dengan kelompok pejoang gerilya. Walaupun sejak bulan Juni 1947 Pemerintah RI telah mengeluarkan kebijaksanaan bahwa segenap badan kelaskaran baik yang tergabung dalam biro perjoangan maupun yang lepas berada dalam satu wadah dan satu komando yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga hal tersebut semakin mengental pada daerah yang masih kuat pengaruh “Belandanya”. Salah satu daerah dimaksud adalah wilayah Sulawesi Selatan. Tiga peristiwa di tahun 50 yang terjadi dikota Makassar dan wilayah Sulawesi Selatan memperlihatkan kekentalan tersebut. Peristiwa pertama terjadi pada tanggal 5 April 1950 yang terkenal sebagai peristiwa Andi Azis. Peristiwa kedua yang terjadi pada tanggal 15 Mei 1950 dan ketiga yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 1950. Dalam ketiga peristiwa tersebut yang menjadi penyebabnya selalu permasalahan mengenai kegamangan tentara KNIL akan nasib mereka. Sedangkan 2 peristiwa terahir menjadi tolak ukur dari kegamangan tersebut. Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam pertemuan pers mengatakan bahwa tidak heran dengan terjadinya peristiwa paling ahir pada tanggal 5 Agustus 1950 (Sin Po 8/8/50). Rentetan ketiga peristiwa di Makassar tersebut agaknya selalu bermula dari upaya-upaya para anggota KNIL (kemudian dilebur dalam KL) untuk mengacaukan kehidupan rakyat di Makassar sekaligus berupaya untuk memancing tentara APRIS memulai serangan kepada mereka. Tidak kalah ikut menentukan suasana panas dikota Makassar adalah persoalan tuntutan masyarakat untuk segera menuju negara kesatuan. Tentu saja gerakan rakyat ini tidak saja terjadi di Indonesia Timur, tapi juga di Jawa Timur, Pasundan, Sumatera Timur dan berbagai daerah lainnya. Pemerintah RIS dalam hal ini atau setidaknya banyak fihak dalam kabinet dan Parlemen sangat memberi angin menuju Negara Kesatuan.Rencana kedatangan tentara APRIS ke Makassar nampaknya terlalu dibesar-besarkan semata-mata karena rasa takut akan menguntungkan fihak pemerintah pusat (RIS). Oleh karena itu bukan tidak mungkin pemberontakan Andi Aziz adalah rekayasa politik fihak KNIL akibat provokasi tokoh-tokoh anti RIS dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur. Andi Aziz sendiri diyakini banyak fihak adalah seorang anggota militer dengan pribadi yang baik. Namun dalam sekala kesatuan militer KNIL di Sulawesi Selatan dirinya lebih condong sebagai boneka. Tampak bahwa Kolonel Schotborg dan jakasa agung NIT Sumokil adalah pengendali utama kekuatan KNIL dikota Makassar. Dari hasil pemeriksaan Aziz dalam sidang militer yang digelar tiga tahun kemudian (1953), saksi mantan Presiden NIT Sukawati dan Let.Kol Mokoginta tidak banyak meringankan terdakwa yang pada ahirnya dihukum penjara selama 14 tahun. Dalam persidangan tersebut terdakwa mengaku bersalah, tidak akan naik appel tapi merencanakan minta grasi kepada Presiden. Ketika sedang berlangsungnya pemberontakan Andi Aziz di Makassar, untuk mengantisipasinya Pemerintah RIS di Jakarta telah membentuk pasukan gabungan Expedisi Indonesia Timur. Pasukan ini terdiri dari batalyon ADRIS dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur didukung oleh AURIS, ALRIS dan Kepolisian. Sebagai pimpinan Komando ditunjuk Kolonel A.E Kawilarang Panglima TT Sumatera Utara. Ketika pasukan besar ini sedang dipersiapkan keberangkatannya, telah lebih dahulu diberangkatkan batalyon Worang yang tiba di Sulawesi Selatan pada tanggal 11 April 1950. Meskipun Worang tidak dapat langsung mendarat di Makassar tapi di Jeneponto yang letaknya 100 km keselatan, rakyat menyambutnya dengan sukacita. Sebuah foto yang disiarkan majalah Merdeka terbitan 13 Mei 1950 menggambarkan hal tersebut. Terlihat 3 orang anggota tentara APRIS yang berjalan menuju kerumunan massa dimana dilatar belakang tampak spanduk bertuliskan “ SELAMAT DATANG TENTARA KITA”. Pertempuran besar memang tidak terjadi antara pasukan APRIS Worang dengan KNIL di Makassar bahkan Andi Aziz ahirnya mau menyerah guna memenuhi panggilan Pemerintah Pusat di Jakarta meskipun telah melampaui batas waktu 4 X 24 Jam untuk mendapat pengampunan. Menyerahnya Andi Azis kemungkinan besar karena kekuatan pendukung dibelakangnya sudah tidak ada lagi yaitu Sumokil yang sudah terbang ke Ambon via Menado dan Kolonel Schotborg yang siap dimutasi untuk pulang ke Belanda. Setelah Andi Aziz menyerah, banyak tentara dari bekas infantri KNIL yang tidak tahu lagi siapa pemimpin mereka dan bagaimana nasib mereka selanjutnya. Sementara untuk bergabung dengan APRIS belum ada ketentuan karena belum ada peraturan resmi yang akan membubarkan KNIL (KNIL bubar tgl 27 Juli 1950). Tak heran mereka kemudian memprovokasi rakyat dan kemudian memulai serangan terhadap pos-pos tentara APRIS. Menjelang pertempuran yang terjadi antara pasukan KNIL dengan pasukan APRIS pada tanggal 15 Mei 1950 bermula ketika banyak anggota KNIL menurunkan bendera merah putih disekitar kampemen tempat anggota KNIL berdiam. Peristiwa penurunan bendera Sang Saka merah Putih itu terjadi bersamaan degan tibanya Presiden RIS Soekarno dikota Makasasar yang memulai lawatannya ke Sulawesi. Setelah Merah Putih diturunkan berlanjut dengan coretan tembok rumah rakyat dan spanduk disekitar kampemen KNIL berisi tulisan yang memojokkan Negara Republik Indonesia Serikat. Peristiwa ini juga kemudian berkaitan dengan ditembaknya seorang Perwira APRIS oleh tentara KNIL. Peristiwa diatas memicu ketegangan yang memunculkan ketidak sabaran anggota APRIS terhadap tindakan dan ulah provokasi KNIL. Rakyat yang diprovokasi tidak sabar menunggu komando untuk menyerang KNIL. Pasukan pejoang gerilya dibawah batalyon Lipang Bajeng dan Harimau Indonesia telah mempersiapkan diri untuk hal tersebut. Sementara tentara KNIL sudah semakin mengeras upayanya untuk menghancurkan kekuatan APRIS untuk menguasai Makassar. Maka pada tanggal 15 Mei 1950 terjadilah pertempuran besar dikota Makassar. Pasukan KNIL menyerbu barak-barak APRIS, membakar rumah rakyat, menghancurkan rumah dan toko-toko didaerah pecinaan. Sekitar Makassar penuh dengan api, bau anyir darah dan berbagai desing senjata. Serangan KNIL ini memang sudah diwaspadai APRIS. Tentara APRIS kemudian membalas serangan dan bersamaan dengan itu pasukan pejoang gerilya dari Batalyon Lipang Bajeng dan Harimau Indonesia telah turun dari dua kota pangkalan mereka di Polobangkeng dan Pallangga yang terletak disekitar kota Makassar. Seketika suasana medan laga telah berubah. Pasukan APRIS bersama dua batalyon pejoang tersebut dan rakyat Makassar menyerang balik tentara KNIL. Dalam keadaan demikian inilah Kolonel AH Nasution selaku Kepala Staf ADRIS bersama dengan Kolonel Pereira selaku Wakil Kepala Staf KNIL tiba di Makassar. Kedua pucuk pimpinan tentara ini kemudian meninjau keadaan dan berunding. Pada tgl 18 Mei 1950 wakil dari APRIS yaitu Overste Sentot Iskandardinata dan Kapten Leo Lopolisa berunding dengan wakil dari KNIL yaitu Kolonel Scotborg, Overste Musch dan Overste Theyman yang disaksikan oleh Kolonel AH Nasution serta Kolonel AJA Pereira. Perundingan menghasilkan dua keputusan penting yaitu dibuatnya garis demarkasi serta tidak diperbolehkannya kedua tentara APRIS dan KNIL untuk mendekati dalam jarak 50 meter. Untuk sementara keadaan dapat diamankan. Perundingan pertama ini detailnya menghasilkan persetujuan untuk melokalisir tentara KNIL ditiga tempat . Namun rupanya persetujuan dimaksud tidak ditaati. Antara menerangkannya sebagai berikut : “Tetapi persetujuan tinggal persetujuan. Maka pada hari selasa pertempuran mulai lagi berjalan dengan sengit. Pertempuran yang paling sengit terjadi diempat tempat. Yaitu tangsi KNIL di Mariso, sekitar tangsi KNIL Matoangin, Boomstraat, sekitar Stafkwartier KNIL di Hogepad. Pertempuran sudah berjalan tiga hari tiga malam lamanya tetapi belum juga berhenti” (Kempen 1953:302). Pada ahir Juli 1950 pasukan KNIL dibubarkan. Muncul permasalahan baru. Mau dikemanakan para prajurit ex KNIL tersebut. Sebagian memang dilebur kedalam KL, sebagian lagi menunggu untuk diterima sebagai anggota APRIS. Namun masa penantian ini secara psikologis amat merisaukan para anggota tentara KNIL. Pertama mereka dianggap rakyat sebagai kaki tangan Kolonial Belanda, sementara disisi lain bekas majikannya tidak mengindahkan nasib mereka. Tmbullah usaha provokasi baru yang antara lain dilukiskan sebagai berikut : “Sesudah anggota KNIL di Makassar memperoleh kedudukan sementara sebagai anggota KL pada tanggal 26 Juli 1950 keadaan tidak bertambah baik, sebaliknya mereka terus menerus menimbulkan kesulitan-kesulitan. Mereka antara lain menentang dengan kekerasan usaha pimpinan tentara Belanda untuk menyerahkan alat tentaranya kepada tentara Belanda. Mereka sering menganiaya penduduk. Bendera-bendera kebangsaan (maksudnya Merah Putih) disekitar kampemen mereka turunkan dan ahir-ahir ini mereka dengan kejam membunuh perwira Indonesia yang bereda dekat kampemen ketika sedang mengunjungi keluarganya” (Antara 12/8/1950). Berbagai tindakan provokasi yang dilakukan para eks KNIL ternyata tidak mendapat tanggapan emosinal oleh APRIS. Sehingga terkesan APRIS terlalu sabar. Kesan sabar ini tertimpakan pada pucuk pimpinan APRIS Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur Kolonel AE Kawilarang. Pada saat itu Antara menulis : “Kemaren jam 17.00 Kawilarang telah mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil partai dan organisasi di Makassar. Dikatakannya bahwa ia mengerti akan kekecewaan rakyat terhadap tindakan APRIS yang oleh rakyat dianggap terlalu sabar dalam menghadapi segala percobaan (masudnya dari fihak KNIL) tetapi dikatakannya seterusnya bahwa dalam hal ini orang harus ingat bahwa APRIS adalah bagian resmi dari Pemerintah sedangkan KNIL dipandang sebagai tentara tamu selama mereka belum diorganisir dan semua itu terikat dalam perjanjian KMB yang harus dihormati. Kami cukup kuat dan pasti dapat menyelesaikan segala sesuatu dengan senjata tetapi dengan demikian keadaan akan bertambah kacau dan nama negara kita dimata dunia akan surut. (Antara 3/6/1950). Dua hal yang antagonis antara provokasi yang dilakukan tentara KNIL dan kesabaran pucuk pimpinan APRIS tersebut menimbulkan dilema dalam menetapkan kebijaksanaan yang akan diambil APRIS selanjutnya. Apalagi kemudian rakyat Makassar semakin mempertajam sikap mereka terhadap tentara KNIL dengan melakukan pemboikotan seluruh kegiatan perdagangan dari dan ke markas-markas KNIL. Suasana tegang ini ibarat bisul yang akan meletus sewaktu-waktu.
Agar APRIS tidak keliru mengambil langkah dalam mengantisipasi ketegangan yang semakin tinggi pada tgl 5 Agustus 1950, APRIS setuju untuk mengadakan perundingan dengan wakil militer Belanda di Indonesia. Pertemuan yang diikuti oleh tiga wakil tentara Belanda dan dihadiri pula oleh wakil dari UNCI, menyepakati sikap untuk mengendurkan ketegangan melalui APRIS yang berjanji akan mengadakan pendekatan kepada rakyat agar menghentikan boikot kepada tentara KNIL. Belum upaya mengendurkan itu dilakukan oleh APRIS, hari itu pula pada pukul 17.20 selang 80 menit dari usainya persetujuan tersebut tentara eks KNIL melakukan serangan sitematis keseluruh barak dan asrama tentara APRIS. Tindakan yang kelewat batas tersebut dan menghianati persetujuan, pantang ditolak oleh segenap pasukan APRIS, pejoang gerilya yang tergabung dalam Divisi Hasanudin serta rakyat Makassar. Dalam tempo sekejap memang tentara eks KNIL dapat menguasai medan pertempuran, namun keadaan cepat berubah beberapa jam kemudian. Pasukan APRIS yang didukung oleh kekuatan Udara dan Laut menghantam terus menerus barak-barak eks tentara KNIL. Belum lagi serangan-serangan dari pasukan Divisi Hasanudin dan rakyat. Tidak sampai 3 X 24 jam pasukan eks KNIL sudah terkepung dibarak-barak mereka. Ahirnya pada tanggal 8 Agustus 1950 bertempat dilapangan terbang Mandai diadakan persetujuan antara Kolonel AE Kawilarang yang mewakili APRIS dan Mayor Jendeal Scheffelaar sebagai wakil Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia. Merka sepakat agar seluruh anggota pasukan KL meninggalkan Makassar dan menyerahkan seluruh perlengkapannya kepada APRIS. Bagi mereka yang menolak akan dikeluarkan dari KL. Pada pukul 16.00 tanggal 8 Agustus dengan muka tertunduk malu dimulailah pasukan KL meninggalkan Makassar diiringi cemooh segenap rakyat. Dan untuk pertama kalinya sejak penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, pasukan APRIS pantas bertepuk dada karena telah memenangkan perang dan mengusir pasukan KL tampa syarat. Merah Putih telah tegak berdiri menggantikan Merah Putih Biru untuk selama lamanya. Kemenangan ini tidak lepas dari dukungan seluruh rakyat termasuk para pejoang gerilya yang telah bahu membahu berjoang dengan pasukan APRIS.
Sebuah fenomena monumental yang mencatat dengan tinta emas dalam buku sejarah Nasional kebesaran TNI. Walau bagaimanapun TENTARA KITA pernah jaya dan akan tetap jaya untuk selama-lamanya. Hal ini antara lain disebabkan karena pucuk pimpinannya sangat cermat dan memiliki kewaspadaan serta kedalaman berfikir dalam mengatur strategi. Mungkin inilah kelebihan Kolonel AE Kawilarang.
Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Setelah
terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI
dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka.
Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan
dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad
Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
Mr.
Mohammad Yamin
Mr. Mohammad
Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka dihadapan
sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan
Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”.
Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya
sebagai berikut:
1. peri kebangsaan;
2. peri kemanusiaan;
3. peri ketuhanan;
4. peri kerakyatan;
5. kesejahteraan rakyat.
Mr.
Supomo
Mr.
Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada
tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah
yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan
dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut
ini:
1. persatuan;
2. kekeluargaan;
3. keseimbangan lahir dan batin;
4. musyawarah;
5. keadilan sosial.
Ir.
Sukarno
Pada
tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan dasar
negara Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
1. kebangsaan Indonesia;
2. internasionalisme atau perikemanusiaan;
3. mufakat atau demokrasi;
4. kesejahteraan sosial;
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima
asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli bahasa.
Untuk selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah
Pancasila.
ma'af apabila artikel saya kurang lengkap, tolong beri saran & kritik nya di coment..
TERIMA KASIH SUDAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA ^.^
TERIMA KASIH SUDAH MENGUNJUNGI BLOG SAYA ^.^
Daerah Istimewa di Indonesia
1. Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY)
Adalah
daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keistimewaan
adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah
dan hak asal usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan istimewa
adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang tentang pemerintahan daerah. Sedang
keistimewaannya terletak pada pengangkatan kepala daerah istimewa dan wakil
kepala daerah istimewa dari Sultan dan Paku Alam yang bertahta.
2. Nangroe
Aceh Darussalam (Aceh)
Adalah daerah provinsi yang
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi
kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang
Gubernur. Aceh menerima status istimewa pada 1959, tiga tahun setelah
pembentukan kembali pada 1959, dan sepuluh tahun sejak pembentukan pertama
1949. Status istimewa diberikan kepada Aceh dengan Keputusan Perdana Menteri
Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959, yang isi keistimewaannya meliputi agama,
peradatan, dan pendidikan. Namun, pelaksanaan keistimewaan tidak berjalan
dengan semestinya dan hanya sebagai formalitas belaka.
3. Surakarta
Adalah Kesunanan Surakarta dan
Praja Mangkunegara yang diakui Negara Indonesia sebagai daerah yang memiliki
sifat istimewa berdasarkan kedudukan kedua daerah tersebut sebagai Kooti. Pengakuan ini didasarkan atas
Piagam Penetapan Presiden RI tertanggal 19 Agustus 1945.
4. Berau
Adalah daerah
istimewa setingkat kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah
Istimewa Berau dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang
Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal usul yang
dimilikinya. Daerah Istimewa Berau terdiri atas swapraja Sambaliung dan
swapraja Gunung-Tabur. Keistimewaan Daerah Istimewa Berau meliputi pengangkatan
Kepala Daerah Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Berau dijabat oleh Sultan Muhammad
Amminuddin. Daerah Istimewa Berau dihapus dengan UU 27/1959 tentang Penetapan
UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di
Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Berau di dalam lingkungan Provinsi
Kalimantan Timur.
5. Bulongan
Adalah daerah
istimewa setingkat kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah
Istimewa Bulongan dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953
tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal
usul yang dimilikinya. Daerah Istimewa Bulongan terdiri atas swapraja Bulongan.
Keistimewaan Daerah Istimewa Bulongan meliputi pengangkatan Kepala Daerah
Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Bulongan dijabat oleh Sultan Maulana Muhammad
Jalaluddin, sampai beliau mangkat pada 1958. Daerah Istimewa Bulongan dihapus
dengan UU 27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten
Bulongan di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan Timur. Kini wilayah bekas
Daerah Istimewa Bulongan, yang meliputi kabupaten- kabupaten Bulongan Malinau,
Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan, dibentuk satu provinsi, Provinsi
Kalimantan Utara pada 17 November 2012, terpisah dari Provinsi Kalimantan
Timur.
6. Kutai
Adalah daerah
istimewa setingkat kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah
Istimewa Kutai dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang
Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal usul yang
dimilikinya. Daerah Istimewa Kutai terdiri atas swapraja Kutai. Keistimewaan
Daerah Istimewa Kutai meliputi pengangkatan Kepala Daerah Istimewa. Kepala
Daerah Istimewa Kutai dijabat oleh Sultan A.M. Parikesit.
Jinising Ukara
Sajrone nindakake pacelathon asring. Tinemu
menawa warna ukara miturut isine, tuladhane:
a.
Ukara crita/andharan : yaiku ukara sing isine
critakake/ngandharake samubarang utawa mangsuli pitakon. Tuladha: jam lima
esuk, Joni tangi turu.
Joni nyapu latar karo rengeng-rengeng.
b.
Ukara parentah/pakon/agnya : ukara sing isine
parentah/pakon wong liya supaya nindakake samubrang miturutprentah.
v
Cirine ukara parentah/pakon/agnya: wasesane
nganggo panambang a, na, ana, utawa en.
v
Tuladha: kowe tangia sing esuk!
Latare saponana supaya resik!
Aku njupukna buku!
Lawange tutupen!
c.
Ukara pamenging/larangan : ukara sing isine
menging/nglarang supaya ora nindakake pagawean.
v
Cirine ukara pamenging nganggo tembung aja utawa
ampun.
v
Tuladhane : lawange aja ditutup!
Panjenengan ampun
ngrumiyini konduripun Bu Guru!
d.
Ukara paminta/panjaluk : ukara sing isine njaluk
wong liya nindakake samubarang (ukara prentah nanging luwih alus).
v
Cirine ukara paminta/penjaluk : nganggo tembung
tulung/nuwun sewu.
v
Tulada : Tulung lawange bukaken!
e.
Ukara pamrayoga : ukara sing mrayogakake wong
liya.
v
Cirine ukara pamrayoga nganggo tembung apike,
becike, prayogane.
v
Tuladha : yen wis wengi prayogane, lawange
ditutup wae.
f.
Ukara pengajak : ukara sing isine ngajak-ajak
marang wong liya.
v
Cirine nganggo tembung ayo /mangga
v
Tuladha : ayo padha sinau ndhisik.
g.
Ukara pengarep-arep : ukara sing isine
pengarep-arep amrih kedadean.
Tuladha: muga-muga ibu enggal kondur.
Ibu enggal kondura ya supaya adhiku ana kancane.
Matur Suwun sampun maca artikelku ... ^^
Langganan:
Postingan (Atom)