Kehidupan yang
sedang kita jalani di dunia ini hanyalah sebagai tempat persinggahan sementara
untuk menuju kehidupan yang hakiki, hidup yang kekal abadi, yaitu kehidupan di
akhirat kelak. Tentu setiap kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan dalam
kehidupan di negeri kekekalan tersebut. Keselamatan yang dimaksud adalah
selamat dari siksa api neraka dan dapat menghuni surga Allah yang seluas
langit-langit dan bumi. Agar selamat tentu tidak bisa dengan sekedar angan-angan
dan khayalan tanpa amalan karena surga tidak bisa dibeli dengan apa pun. Dengan
harta yang paling mahal sekalipun. Akan tetapi surga hanya bisa diraih dengan
rahmat Allah SWT. Dan rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang beriman yang
berbuat kebajikan. Allah Ta’ala berfirman:“Sesungguhnya rahmat Allah itu
dekat bagi orang-orang yangberbuat kebaikan.”(al A’raf: 56)
Benar, agar selamat kita harus menjadi orang yang
beriman, yaitu orang yang beramal kebaikan, amal saleh yang dikerjakan
sema-mata hanya untuk Allah dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah
shallallaahu’alaihi wasallam.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri kita.
Kita juga tidak tahu kapan utusan Allah Ta’ala datang menjemput kita. Oleh
karena itu, bersegera melakukan amalan kebaikan menjadi sebuah kemestian.
Apalagi Allah Ta’ala telah memerintahkan dalam kitab-Nya yang mulia:
فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ
“Maka berlomba-lombalah kalian kepada amalan-amalan
kebaikan.” (al-Baqarah: 148)
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian
dan kepada surga yang seluas langit-langit dan bumi yang disediakan bagi
orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)
Ajakan berlomba kepada kebaikan mengandung ajakan agar
seseorang berusaha dan bersemangat menjadi orang pertama yang berbuat kebaikan.
Barang siapa yang ketika di dunia bersegera kepada kebaikan berarti ia adalah
orang yang terdepan di akhirat menuju surga-surga. Dengan demikian, orang-orang
yang berlomba/terdepan dalam kebaikan adalah hamba-hamba yang paling tinggi
derajatnya.
Dalam firman Allah SWT yang berikutnya ada perintah
untuk bersegera kepada ampunan Allah Ta’ala dan kepada surga-Nya, yang berarti
ajakan untuk melakukan sebab-sebab yang bisa mengantarkan kepada keduanya yaitu
beramal saleh.
Bersegera kepada ampunan Allah bisa dilakukan dengan
istighfar dan dengan melakukan amalan yang akan menghapus dosa, seperti
berwudhu, shalat lima waktu, mengerjakan puasa Ramadhan, dan semisalnya.
Selain itu, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang
beriman agar bersegera kepada surga-Nya dengan mengerjakan amal saleh yang bisa
menyampaikan kepada surga.
Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam yang mulia
telah menganjurkan kita agar bersegera dalam beramal. Anjuran ini didapatkan
pada sabda beliau yang tersampaikan lewat sahabat yang mulia, Abu Hurairah ra:
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحْ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum
kedatangan fitnah (ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari
dalam keadaan beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada
orang yang di sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir.
Dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.” (HR. Muslim)
Ujian syubhat dan syahwat akan datang seperti malam
yang gelap gulita. Tidak ada cahaya sama sekali. Karena fitnah yang terjadi,
dalam hari yang sama seseorang keluar dari Islam, pagi hari ia masih beriman
namun sore hari telah kafir atau sebaliknya. Mengapa demikian? Ia menjual
agamanya dengan dunia, baik berupa harta, kedudukan, jabatan, wanita, maupun
selainnya.
Hadits di atas berisi anjuran untuk bersegera
mengerjakan amal saleh sebelum datang waktu yang menyebabkan seseorang tidak
bisa mengerjakannya. Waktu yang seseorang tidak bisa mengerjakannya karena
fitnah yang besar dan bertumpuk-tumpuk, seperti tumpukan gelapnya malam yang
gulita tanpa cahaya sedikitpun.
Amalan Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam
menunjukkan kepada kita bagaimana beliau selalu bersegera berbuat kebaikan,
tidak menundanya. Abu Sirwa’ah Uqbah ibnul Harits ra berkata, “Suatu hari aku
pernah shalat ashar di belakang Nabi saw ketika di Madinah. Beliau mengucapkan
salam kemudian bangkit dengan segera dari tempatnya dan berlalu dengan
melangkahi leher orang-orang hingga sampai ke rumah salah satu istri beliau.
Orang-orang pun terkejut dengan bersegeranya beliau meninggalkan tempat
shalatnya (menuju rumah istrinya). Tidak lama kemudian, beliau keluar kembali
menemui mereka. Beliau melihat keheranan mereka terhadap apa yang beliau
lakukan tadi. Beliau pun menjelaskan:
ذَكَرْتُ شَيْئًا مِنْ تِبْرٍ عِنْدَنَا، فَكَرِهْتُ أَنْ يَحْبِسَنِي فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ
“Tadi aku mengingat ada sepotong emas (atau perak)
di tempat kami. Aku tidak suka harta tersebut menahanku. Aku pun memerintahkan
agar dibagi-bagikan.” (HR Bukhari)
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah
shallallaahu’alaihi wasallam bersabda:
كُنْتُ خَلَّفْتُ فِي الْبَيْتِ تِبْرًا مِنَ الصَّدَقَةِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُبَيِّتَهُ
“Di rumah aku meninggalkan sepotong emas/perak dari
harta sedekah. Aku tidak suka bermalam dalam keadaan harta itu masih bersamaku.”
(HR. Bukhari)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bersegeranya
Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam kepada kebaikan. Ini adalah
pengajaran kepada umat beliau agar tidak menunda-nunda kebaikan karena mereka
tidak tahu kapan kematian menjemput sehingga terluputlah kebaikan. Seseorang
sepantasnya menjadi seorang yang cendekia. Hendaknya ia beramal untuk kehidupan
setelah matinya dan tidak meremehkan persiapan untuk mati. Jika dalam urusan
dunia seseorang bersegera mengambil kesempatan maka tentu dia wajib berbuat
demikian dalam urusan akhirat, bahkan lebih utama. Allah Ta’ala
berfirman: “Bahkan mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia, dan
akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 16—17)
Ibnu Baththal mengatakan, “Hadits ini menunjukkan
bahwa kebaikan sepantasnya segera dikerjakan, karena penyakit dapat menghadang,
penghalang dapat mencegah, dan tidak aman dari datangnya kematian secara
tiba-tiba. Apalagi perbuatan menunda-nunda (mengatakan nanti… nanti) adalah
tidak terpuji.”
Para sahabat juga memberikan teladan kepada kita dalam
semangat bersegera kepada kebaikan, bersegera kepada surga Allah yang amat
luas. Ketika perang Uhud, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah
shallallaahu’alaihi wasallam:
أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فَأَيْنَ أَنَا؟ قَالَ: فِي الْجَنَّةِ.
فَأَلْقَى تَمَرَاتٍ كُنَّ فِي يَدِهِ ثُمَّ قَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ
“Apa pendapat Anda jika aku terbunuh, di manakah
tempatku?” “Di surga,” jawab Rasulullah. Orang itu pun membuang beberapa butir
kurma yang ada di tangannya. Ia kemudian maju berperang hingga terbunuh.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kita juga melihat bersegeranya kaum wanita dari
kalangan sahabat Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam kepada kebaikan dan
cepatnya mereka menunaikan titah Rasul mereka. Di saat Rasulullah saw
menyampaikan khutbah Id, beliau turun dari tempatnya berkhutbah kemudian menuju
tempat para wanita. Beliau memberikan wejangan khusus untuk mereka dan
memerintahkan mereka bersedekah. Mulailah para wanita yang hadir ketika itu
melepas perhiasan mereka. Di antaranya ada yang melepas anting dan cincinnya
lalu melemparkannya ke baju Bilal yang dibentangkan guna menadahi harta
sedekah. (HR. Bukhari & Muslim)
itulah artikel saya yang berjudul "Berlomba-lomba Dalam Kebaikan". Bila ada salah dalam penulisannya saya mohon ma'af sebesar-besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar