Rabu, 03 Desember 2014

Berlomba-lomba Dalam Kebaikan



 Kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini hanyalah sebagai tempat persinggahan sementara untuk menuju kehidupan yang hakiki, hidup yang kekal abadi, yaitu kehidupan di akhirat kelak. Tentu setiap kita menginginkan keselamatan dan kebahagiaan dalam kehidupan di negeri kekekalan tersebut. Keselamatan yang dimaksud adalah selamat dari siksa api neraka dan dapat menghuni surga Allah yang seluas langit-langit dan bumi. Agar selamat tentu tidak bisa dengan sekedar angan-angan dan khayalan tanpa amalan karena surga tidak bisa dibeli dengan apa pun. Dengan harta yang paling mahal sekalipun. Akan tetapi surga hanya bisa diraih dengan rahmat Allah SWT. Dan rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang beriman yang berbuat kebajikan. Allah Ta’ala berfirman:Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat bagi orang-orang yangberbuat kebaikan.”(al A’raf: 56)

Benar, agar selamat kita harus menjadi orang yang beriman, yaitu orang yang beramal kebaikan, amal saleh yang dikerjakan sema-mata hanya untuk Allah dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri kita. Kita juga tidak tahu kapan utusan Allah Ta’ala datang menjemput kita. Oleh karena itu, bersegera melakukan amalan kebaikan menjadi sebuah kemestian. Apalagi Allah Ta’ala telah memerintahkan dalam kitab-Nya yang mulia:
فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ
“Maka berlomba-lombalah kalian kepada amalan-amalan kebaikan.” (al-Baqarah: 148)
وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍۢ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Bersegeralah kalian kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit-langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)
Ajakan berlomba kepada kebaikan mengandung ajakan agar seseorang berusaha dan bersemangat menjadi orang pertama yang berbuat kebaikan. Barang siapa yang ketika di dunia bersegera kepada kebaikan berarti ia adalah orang yang terdepan di akhirat menuju surga-surga. Dengan demikian, orang-orang yang berlomba/terdepan dalam kebaikan adalah hamba-hamba yang paling tinggi derajatnya.
Dalam firman Allah SWT yang berikutnya ada perintah untuk bersegera kepada ampunan Allah Ta’ala dan kepada surga-Nya, yang berarti ajakan untuk melakukan sebab-sebab yang bisa mengantarkan kepada keduanya yaitu beramal saleh.
Bersegera kepada ampunan Allah bisa dilakukan dengan istighfar dan dengan melakukan amalan yang akan menghapus dosa, seperti berwudhu, shalat lima waktu, mengerjakan puasa Ramadhan, dan semisalnya.
Selain itu, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar bersegera kepada surga-Nya dengan mengerjakan amal saleh yang bisa menyampaikan kepada surga.
Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam yang mulia telah menganjurkan kita agar bersegera dalam beramal. Anjuran ini didapatkan pada sabda beliau yang tersampaikan lewat sahabat yang mulia, Abu Hurairah ra:
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحْ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Bersegeralah kalian beramal saleh sebelum kedatangan fitnah (ujian) yang seperti potongan malam. Seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman (mukmin) namun di sore harinya menjadi kafir; dan ada orang yang di sore hari dalam keadaan beriman namun di pagi hari menjadi kafir. Dia menjual agamanya dengan perhiasan dunia.” (HR. Muslim)
Ujian syubhat dan syahwat akan datang seperti malam yang gelap gulita. Tidak ada cahaya sama sekali. Karena fitnah yang terjadi, dalam hari yang sama seseorang keluar dari Islam, pagi hari ia masih beriman namun sore hari telah kafir atau sebaliknya. Mengapa demikian? Ia menjual agamanya dengan dunia, baik berupa harta, kedudukan, jabatan, wanita, maupun selainnya.
Hadits di atas berisi anjuran untuk bersegera mengerjakan amal saleh sebelum datang waktu yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengerjakannya. Waktu yang seseorang tidak bisa mengerjakannya karena fitnah yang besar dan bertumpuk-tumpuk, seperti tumpukan gelapnya malam yang gulita tanpa cahaya sedikitpun.
Amalan Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam menunjukkan kepada kita bagaimana beliau selalu bersegera berbuat kebaikan, tidak menundanya. Abu Sirwa’ah Uqbah ibnul Harits ra berkata, “Suatu hari aku pernah shalat ashar di belakang Nabi saw ketika di Madinah. Beliau mengucapkan salam kemudian bangkit dengan segera dari tempatnya dan berlalu dengan melangkahi leher orang-orang hingga sampai ke rumah salah satu istri beliau. Orang-orang pun terkejut dengan bersegeranya beliau meninggalkan tempat shalatnya (menuju rumah istrinya). Tidak lama kemudian, beliau keluar kembali menemui mereka. Beliau melihat keheranan mereka terhadap apa yang beliau lakukan tadi. Beliau pun menjelaskan:
ذَكَرْتُ شَيْئًا مِنْ تِبْرٍ عِنْدَنَا، فَكَرِهْتُ أَنْ يَحْبِسَنِي فَأَمَرْتُ بِقِسْمَتِهِ
Tadi aku mengingat ada sepotong emas (atau perak) di tempat kami. Aku tidak suka harta tersebut menahanku. Aku pun memerintahkan agar dibagi-bagikan.” (HR Bukhari)
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam bersabda:
كُنْتُ خَلَّفْتُ فِي الْبَيْتِ تِبْرًا مِنَ الصَّدَقَةِ، فَكَرِهْتُ أَنْ أُبَيِّتَهُ
Di rumah aku meninggalkan sepotong emas/perak dari harta sedekah. Aku tidak suka bermalam dalam keadaan harta itu masih bersamaku.” (HR. Bukhari)
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bersegeranya Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam  kepada  kebaikan. Ini adalah pengajaran kepada umat beliau agar tidak menunda-nunda kebaikan karena mereka tidak tahu kapan kematian menjemput sehingga terluputlah kebaikan. Seseorang sepantasnya menjadi seorang yang cendekia. Hendaknya ia beramal untuk kehidupan setelah matinya dan tidak meremehkan persiapan untuk mati. Jika dalam urusan dunia seseorang bersegera mengambil kesempatan maka tentu dia wajib berbuat demikian dalam urusan akhirat, bahkan lebih utama. Allah Ta’ala berfirman: “Bahkan mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia, dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 16—17)
Ibnu Baththal mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa kebaikan sepantasnya segera dikerjakan, karena penyakit dapat menghadang, penghalang dapat mencegah, dan tidak aman dari datangnya kematian secara tiba-tiba. Apalagi perbuatan menunda-nunda (mengatakan nanti… nanti) adalah tidak terpuji.”
Para sahabat juga memberikan teladan kepada kita dalam semangat bersegera kepada kebaikan, bersegera kepada surga Allah yang amat luas. Ketika perang Uhud, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam:
أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فَأَيْنَ أَنَا؟ قَالَ: فِي الْجَنَّةِ. فَأَلْقَى تَمَرَاتٍ كُنَّ فِي يَدِهِ ثُمَّ قَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ
Apa pendapat Anda jika aku terbunuh, di manakah tempatku?” “Di surga,” jawab Rasulullah. Orang itu pun membuang beberapa butir kurma yang ada di tangannya. Ia kemudian maju berperang hingga terbunuh. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kita juga melihat bersegeranya kaum wanita dari kalangan sahabat Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam kepada kebaikan dan cepatnya mereka menunaikan titah Rasul mereka. Di saat Rasulullah saw menyampaikan khutbah Id, beliau turun dari tempatnya berkhutbah kemudian menuju tempat para wanita. Beliau memberikan wejangan khusus untuk mereka dan memerintahkan mereka bersedekah. Mulailah para wanita yang hadir ketika itu melepas perhiasan mereka. Di antaranya ada yang melepas anting dan cincinnya lalu melemparkannya ke baju Bilal yang dibentangkan guna menadahi harta sedekah. (HR. Bukhari & Muslim)
itulah artikel saya yang berjudul "Berlomba-lomba Dalam Kebaikan". Bila ada salah dalam penulisannya saya mohon ma'af sebesar-besarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar